Friday, April 1, 2011

Mahu Jadi Seperti Siti Khadijah?


Assalammualaikum. Selamat menyambut penghulu segala hari, hari Jumaat. ^_^

Entri pada hari ini agak panjang. Dah pernah post kat *notes* di Facebook aku. Tapi hari ni nak kongsi kepada pembaca-pembaca blog. Kisah cinta agung, Nabi kita Muhammad s.a.w dengan wanita pertama yang dicintainya, Siti Khadijah r.a.. 

Kisah Pernikahan Rasulullah S.A.W. dengan Siti Khadijah



Bermimpi Matahari Turun Ke Rumahnya.

Dia adalah Khadijah r.a, seorang wanita janda, bangsawan, hartawan, cantik dan budiman. Ia disegani oleh masyarakat Quraisy khususnya, dan bangsa Arab pada umumnya. Sebagai seorang pengusaha, ia banyak memberikan bantuan dan modal kepada pedagang-pedagang atau melantik orang-orang untuk mewakili urusan-urusan perniagaannya ke luar negeri.

Banyak pemuka Quraisy yang ingin menikahinya dan sanggup membayar mas kawin berapa pun yang dikehendakinya, namun selalu ditolaknya dengan halus kerana tak ada yang berkenan di hatinya. Pada suatu malam ia bermimpi melihat matahari turun dari langit,masuk ke dalam rumahnya serta memancarkan sinarnya ke semua tempat sehingga tiada sebuah rumah di kota Makkah yang luput dari sinarnya. Mimpi itu diceritakan kepada anak bapak saudaranya yang bernama Waraqah bin Naufal. Dia seorang lelaki yang berumur lanjut, ahli dalam mentakbirkan mimpi dan ahli tentang sejarah bangsa-bangsa purba. Waraqah juga mempunyai pengetahuan luas dalam agama yang dibawa oleh Nabi-Nabi terdahulu.

Waraqah berkata: "Takwil dari mimpimu itu ialah bahwa engkau akan menikah kelak dengan seorang Nabi akhir zaman."
"Nabi itu berasal dari negeri mana?" tanya Khadijah bersungguh-sungguh.
"Dari kota Makkah ini!" ujar Waraqah singkat.
"Dari suku mana?"
"Dari suku Quraisy juga.
"Khadijah bertanya lebih jauh: "Dari keluarga mana?"
"Dari keluarga Bani Hasyim, keluarga terhormat," kata Waraqah dengan nada menghibur. Khadijah terdiam sejenak, kemudian tanpa sabar meneruskan pertanyaan terakhir:
"Siapakah nama bakal orang agung itu, hai anak bapa saudaraku?"Orang tua itu mempertegas: "Namanya Muhammad SAW. Dialah bakal suamimu!"

Khadijah pulang ke rumahnya dengan perasaan yang luar biasa gembiranya. Belum pernah ia merasakan kegembiraan sedemikian hebat. Maka sejak itulah Khadijah sentiasa bersikap menunggu dari manakah gerangan kelak munculnya sang pemimpin itu.


Nabi Muhammad Berniaga 

Muhammad, bakal suami wanita hartawan itu, adalah seorang yatim piatu yang miskin sejak kecilnya,dipelihara oleh bapa saudaranya, Abu Thalib, yang hidupnya pun serba kekurangan. Meskipun demikian, bapa saudaranya amat sayang kepadanya, menganggapnya seperti anak kandung sendiri, mendidik dan mengasuhnya sebaik-baiknya dengan adab, tingkah laku dan budi pekerti yang terpuji.

Pada suatu ketika, Abu Thalib berbincang-bincang dengan saudara perempuannya bernama 'Atiqah mengenai diri Muhammad.
Beliau berkata: "Muhammad sudah pemuda dua puluh empat tahun. Semestinyalah sudah kahwin.Tapi kita tak mampu mengadakan perbelanjaan, dan tidak tahu apa yang harus diperbuat.
"Setelah memikirkan segala ikhtiar, 'Atiqah pun berkata: "Saudaraku, saya mendengar berita bahwa Khadijah akan memberangkatkan kafilah niaga ke negeri Syam dalam waktu dekat ini. Siapa yang berhubungan dengannya biasanya rezekinya bagus, diberkati Allah SWT.
Bagaimana kalau kita pekerjakan Muhammad kepadanya? Saya kira inilah jalan untuk memperolehi nafkah, kemudian dicarikan isterinya.
"Abu Thalib menyetujui saranan saudara perempuannya. Dirundingkan dengan Muhammad, ia pun tidak keberatan.
'Atiqah mendatangi wanita hartawan itu, melamar pekerjaan bagi Muhammad, agar kiranya dapat diikut sertakan dalam kafilah niaga ke negeri Syam .
Khadijah, tatkala mendengar nama "Muhammad", ia berfikir dalam hatinya: "Oh... inilah takbir mimpiku sebagaimana yang diramalkan oleh Waraqah bin Naufal,bahwa ia dari suku Quraisy dan dari keluarga Bani Hasyim, dan namanya Muhammad, orang terpuji, berbudi pekerti tinggi dan nabi akhir zaman." Seketika itu juga timbullah hasrat di dalam hatinya untuk bersuamikan Muhammad, tetapi tidak dilahirkannya karena khuatir akan fitnah.
"Baiklah," ujar Khadijah kepada 'Atiqah, "Saya terima Muhammad dan saya berterima kasih atas kesediaannya. Semoga Allah SWT melimpahkan berkatnya atas kita bersama.".
Wajah Khadijah cerah, tersenyum sopan, menyembunyikan apa yang tersudut di kalbunya. Kemudian ia meneruskan: "Wahai 'Atiqah, saya tempatkan setiap orang dalam rombongan niaga dengan penghasilan tinggi, dan bagi Muhammad SAW akan diberikan lebih tinggi dari biasanya.
"Atiqah berterima kasih, ia pulang dengan perasaan gembira menemui saudaranya, menceritakan kepadanya hasil perundingannya dengan wanita hartawan dan budiman itu. Abu Thalib menyambutnya dengan gembira. Kedua bersaudara itu memanggil Muhammad SAW seraya berkata:
"Pergilah anakanda kepada Khadijah r.a, ia menerima engkau sebagai pekerjanya. Kerjakanlah tugasmu sebaik-baiknya."
Muhammad SAW menuju ke rumah wanita pengusaha itu. Sementara akan keluar dari pekarangan rumah bapa saudaranya, tiba-tibalah ia mencucurkan air mata kesedihan mengenang nasibnya. Tiada yang menyaksikannya dan menyertainya dalam kesedihan hati itu selain para malaikat langit dan bumi.

Tuesday, March 29, 2011

Colors~



“The purest and most thoughtful minds are those which love color the most.”




"It is not the form that dictates the color, but the color that brings out the form."
-Hans Hofmann



"We are like chameleons, we take our hue and the color of our moral character, from those who are around us."
-John Locke



Wisdom does not show itself so much in precept as in life - in firmness of mind and a mastery of appetite. It teaches us to do as well as to talk; and to make our words and actions all of a color.
-Lucius Annaeus Seneca



“In order to have friendship you must look past the color to the soul, because within the soul lies a rainbow of many colors.”


“I found I could say things with color and shapes that I couldn't say any other way - things I had no words for.”